www.HyperSmash.com
Search Engine

Ta'arruf VS Pacaran

Makna ta'aruf yang sebenarnya adalah berkenalan.Pada beberapa tahun terakhir ini, ada gejala pergeseran makna taaruf. Ada kecenderungan, taaruf tidak lagi diartikan menurut makna asli yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurât [49], ayat 13:

“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku li ta‘ârafû (supaya kamu saling kenal). …. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Istilah Lain Yang Lebih Tepat

Di kitab Abdul Halim Abu Syuqqah, Tahrîr al-Mar’at (kitab ini menghimpun hadits-hadits shahih mengenai hubungan pria-wanita), aku jumpai enam hadits shahih mengenai perlunya “pendekatan” antara laki-laki dan perempuan yang hendak segera menikah. (Lihat Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 53-56.)

Di situ, ada satu kata khas yang selalu muncul pada keenam hadits tersebut. Apakah kata khas ini seakar dengan istilah “taaruf” (saling kenal)?

Tidak. Istilah taaruf atau pun kata-kata yang seakar dengannya tidak pernah muncul di situ. Kata khas yang muncul adalah “nazhar”. Kemunculannya berbentuk kata kerja “yanzhuru” (memperhatikan) dan kata perintah “unzhur” (perhatikanlah).

Nah! Dari situ kita jadi ngeh, ternyata kita tidak diperintahkan untuk sekadar “taaruf” (saling kenal) bila hendak segera menikah. Yang disyariatkan dalam keadaan ini adalah “tanazhur” (saling memperhatikan).

Terus, apakah kata “nazhar” itu eksklusif khusus bagi yang hendak segera menikah?

Enggak juga. Contohnya, dalam suatu riwayat yang ngetop dikabarin, Ali r.a. berwasiat: “Unzhur mâ qâla wa lâ tanzhur man qâla.” (Perhatikanlah apa yang dikatakan dan janganlah kau perhatikan siapa yang mengatakan.)

Jadi, buat ngebedain ama jenis-jenis tanazhur lainnya, istilah yang lebih tepat untuk “pendekatan” antara laki-laki dan perempuan yang hendak segera menikah adalah TANAZHUR PRANIKAH.

Jadi, makna asli istilah taaruf itu adalah proses saling kenal dengan siapa pun selama hayat dikandung badan.

Jika yang anda maksudkan kebanyakan masyarakat sekarang adalah taaruf dalam rangka akan menikah, maka kira-kira umumnya dilakukan sebagai berikut:

Lantas bagaimana dgn ta’aruf? Sering kita dengar istilah ini tapi terkadang ta’aruf juga d’salah artikan dgn pacaran.
1.Melakukan Istikharah dengan sekhusyu-khusyunya. Setelah ikhwan mendapatkan data dan foto, lakukanlah istikharah dengan sebaik-baiknya, agar Allah memberikan jawaban yang terbaik. Dalam melakukan istikharah ini, jangan ada kecenderungan dulu pada calon yang diberikan kepada kita. Tapi ikhlaskanlah semua hasilnya pada Allah. Luruskan niat kita, bahwa kita menikah memang ingin benar-benar membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Insya Allah mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkannya.

2.Menentukan Jadwal Pertemuan (ta'aruf Islami). Setelah Ikhwan melakukan istikharah dan adanya kemantapan hati, maka segerlah melaporkan pada Ustadz, lalu Ustadz pun memberikan data dan foto kepada Ustadzah (guru akhwat), dan memberikan data dan foto ikhwan tersebut kepada Akhwat. Biasanya akhwat yang memang sudah siap, Insya Allah setelah istikharah juga segera melaporkan kepada Ustadzahnya. Lalu segeralah atur jadwal pertemuan ta'aruf tersebut. Bisa dilakukan di rumah Ustadzah akhwatnya. Memang idealnya kedua pembimbing juga hadir, sebagai tanda kasih sayang dan perhatian terhadap mutarabbi (murid-murid). Hendaknya jadwal pertemuan disesuaikan waktunya, agar semua bisa hadir, pilihlah hari Ahad, karena hari libur.

3.Gali pertanyaan sedalam-dalamnya. Setelah bertemu, hendaknya didampingi Ustadz dan Ustadzah, lalu saling bertanyalah sedalam-dalamnya, ya bisa mulai dari data pribadi, keluarga, hobi, penyakit yang diderita, visi dan misi tentang rumah tangga. Biasanya pada tahap ini, baik ikhwan maupun akhwat agak malu-malu dan grogi, maklum tidak mengenal sebelumnya. Tapi dengan berjalannya waktu, semua akan menjadi cair. Peran pembimbing juga sangat dibutuhkan untuk mencairkan suasana. Jadi tidak terlihat kaku dan terlalu serius. Dibutuhkan jiwa humoris, santai namun tetap serius. Silakan baik ikhwan maupun akhwat saling bertanya sedalam-dalamnya, jangan sungkan-sungkan, pada tahap ini. Biasanya pertanyaan-pertanyaan pun akan mengalir.

4.Menentukan waktu ta'aruf dengan keluarga akhwat. Setelah melakukan ta'aruf dan menggali pertanyaan-pertanyaan sedalam-dalamnya, dan pihak ikhwan merasakan adanya kecocokan visi danmisi dengan sang akhwat, maka ikhwan pun segera memutuskan untuk melakukan ta'aruf ke rumah akhwat, untuk berkenalan dengan keluarga besarnya. Ini pun sudah diketahui oleh Ustadz maupun Ustadzah dari kedua belah pihak. Jadi memang semua harus selalu dikomunikasikan, agar nantinya hasilnya juga baik. Jangan berjalan sendiri. Sebaiknya ketika datang bersilaturahim ke rumah akhwat, Ustadz pun mendampingi ikhwan sebagai rasa sayang seorang guru terhadap muridnya. Tetapi jika memang Ustadz sangat sibuk dan ada da'wah yang tidak bisa ditinggalkan, bisasaja ikhwan didampingi oleh teman pengajian lainnya. Namun ingat ,ikhwan jangan datang seorang diri, untuk menghindarkan fitnah dan untuk membedakan dengan orang lain yang terkenal di masyarakat dengan istilah 'ngapel' (pacaran). Hendaknya waktu ideal untuk silaturahim ke rumah akhwat pada sore hari, biasanya lebih santai. Tapi bisa saja diatur oleh kedua pihak, kapan waktu yang paling tepat untuk silaturahim tersebut.

5.Keluarga Ikhwan pun boleh mengundang silaturahim akhwat ke rumahnya. Dalam hal menikah tanpa pacaran, adalah wajar jika orang tua ikhwan ingin mengenal calon menantunya (akhwat). Maka sah-sah saja, jika orangtua ikhwan ingin berkenalan dengan akhwat (calon menantunya). Sebaiknya ketika datang ke rumah ikhwan, akhwat pun tidak sendirian, untuk menghindari terjadinya fitnah. Dalam hal ini bisa saja akhwat ditemani Ustadzahnya ataupun teman pengajiannya sebagai tanda perhatian dankasih sayang pada mutarabbi.

6.Menentukan Waktu Khitbah. Setelah terjadinya silaturahim kedua belah pihak, dan sudah ada kecocokan visi dan misi dari ikhwan dan akhwat juga dengan keluarga besanya, maka jangalah berlama-lama. Segeralah tentukan kapan waktu untuk mengkhitbah akhwat. Jarak waktu antara ta'aruf dengan khitbah, sebaiknya tidak terlalu lama, karena takut menimbulkan fitnah.

7.Tentukan waktu dan tempat pernikahan. Pada prinsipnya semua hari dan bulan dalam Islam adalah baik. Jadi hindarkanlah mencari tanggal dan bulan baik, karena takut jatuh ke arah syirik. Lakukan pernikahan sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW, yaitu sederhana, mengundang anak yatim, memisahkan antara tamu pria dan wanita, pengantin wanita tidak bertabarruj (berdandan) berlebihan, makanan dan minuman juga tidak berlebihan.

Istilah pacaran sebenarnya tidak dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan pranikah, Islam mengenalkan istilah "khitbah” (meminang). Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri.

Lalu bagaimna ada yang pacaran berkedok ta'aruf ? simak perbedaanya..

Adapula perbedaan taaruf dengan pacaran adalah sebagai berikut:

Tujuan

- taaruf (t) : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.

- pacaran (p) : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah ...

Kapan dimulai
- t : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.
- p : saat sudah diledek sama teman:"koq masih jomblo?", atau saat butuh temen curhat, atau saat taruhan dengan teman.

Waktu
- t : sesuai dengan adab bertamu.
- p : pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.

Tempat pertemuan
- t : di rumah sang calon, balai pertemuan, musholla, masjid, sekolahan.
- p : di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik.

Frekuensi pertemuan
- t : lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.
- p : lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu. Kalo bisa lebih.

Lama pertemuan
- t : sesuai dengan adab bertamu
- p : selama belum ada yang komplain, lanjut !

Materi pertemuan
- t : kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.
- p : cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.

Jumlah yang hadir
- t : minimal calon lelaki, calon perempuan, serta seorang pendamping (bertiga). maksimal tidak terbatas (disesuaikan adab tamu).
- p : calon lelaki dan calon perempuan saja (berdua). klo rame-rame bukan pacaran, tapi rombongan.

Biaya
- t : secukupnya dalam rangka menghormati tamu (sesuai adab tamu).
- p : kalau ada biaya: ngapel, kalau ngga ada absent dulu atau cari pinjeman, terus tempat pertemuannya di rumah aja kali ya? tapi gengsi dong pacaran di rumah doang ?? apa kata doi coba ??

Lamanya
- t : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- p : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.

Saat tidak ada kecocokan saat proses
- t : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan menyebut alasannya.
- p : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.

dikutib dari sebuah groups  di facebook


Dari Jabir bin 'Abdillah, Rasulullah SAW bersabda:"Jika seseorang dari kamu yang akan meminang seorang perempuan bisa melihat lebih dulu apa yang menjadi daya tarik untuk mengawininya, hendaklah ia melakukannya." (HR. Abu Dawud)

Dari Mughirah bin Syu'bah, ia pernah meminang seorang perempuan, lalu Rosulullah saw. bersabda kepadanya : "Sudahkah kau melihatnya?" Jawabnya: "Belum." Sabdanya: "Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu berdua bisa hidup bersama lebih langgeng (dalam keserasian berumah tangga)." (HR. Nasa'i, Ibnu Majah, dan Tirmidzi. Hadist hasan)

Dari Abu Hurairah, bahwa pernah seseorang sahabat meminang seorang wanita Anshar, lalu Rosulullah bersabda kepadanya : "Sudahkah engkau melihatnya?" Jawabnya: "Belum." Sabdanya : "Pergilah dan lihatlah dia, karena pada mata orang Anshar ada sesuatu (cacat)." (HR. Ibnu Majah)

Dari Abu Humaid As-Sa'idi, dari Nabi saw., sabdanya : "Bilamana seseorang diantara kamu meminang seorang perempuan, tidak berdosa dia melihatnya, asalkan melihat itu untuk
kepentingan meminang sekalipun perempuan itu sendiri tidak tahu." (HR. Ahmad)

Setelah menemukan jodoh pilihannya, seorang laki-laki seyogyanya lebih dulu melihat perempuan yang akan dipinangnya. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat mengetahui daya tariknya, misalnya kecantikannya, yang bisa jadi merupakan salah satu faktor yang mendorongnya untuk mempersunting perempuan tersebut. Selain itu, melihat calon yang dipinang dimaksudkan agar laki-laki bersangkutan dapat mengetahui cacat atau aib perempuan tersebut yang bisa menjadi penyebab ketidaktertarikannya, sehingga ia membatalkan niatnya untuk meminang.

Melihat perempuan yang hendak dipinang oleh agama dibenarkan dan dianjurkan sebagaimana tersebut dalam Hadist-hadist di atas. Hal ini bertujuan menciptakan kebaikan, kesejahteraan, dan
ketentraman hidup suami istri.

Hadist-hadist tentang melihat calon istri tidak menentukan bagian-bagian badan tertentu yang boleh dilihat. Bahkan secara umum dikatakan agar seseorang melihat bagian yang menjadi daya
tarik untuk mengawininya.

Pendapat ini berdasarkan riwayat dari 'Abdul Razak dan Sa'id bin Manshur, bahwa 'Umar pernah meminang putri 'Ali yang bernama Ummu Kultsum. Ketika itu 'Ali menjawab bahwa putrinya masih kecil dan beliau berkata: "Nanti Ummu Kultsum akan saya suruh datang kepada Anda. Bilamana Anda suka, ia dapat dijadikan istri Anda." Ketika putrinya datang kepada 'Umar, 'Umar menyingkap pakaian Ummu Kultsum untuk memeriksanya. Serentak Ummu Kultsum berkata : "Seandainya Tuan bukan seorang khalifah, tentu sudah saya colok kedua matanya."

Laki-laki yang meminang boleh melihat keadaan fisik perempuan yang dipinangnya. Ia boleh melihat bagian-bagian yang menjadikannya tertarik untuk mengawininya, misalnya betis atau rambut kepalanya. Hal semacam ini tidak terlarang sebagaimana dilakukan oleh 'Umar bin Khaththab.

Melihat dan memeriksa pinangan sebaiknya dilakukan di hadapan mahramnya. Akan tetapi, bila ada hal-hal tertentu yang ingin dilihat secara pribadi dan tidak boleh disaksikan oleh mahramnya,
hal ini pun boleh dilakukan sekedarnya semata-mata untuk keperluan meminang.

Jika perempuan bersangkutan menolak atau keberatan atas permintaan peminangnya untuk dilihat, peminang boleh memilih cara lain, misalnya dengan mewakilkan kepada perempuan tertentu yang dipercayainya untuk melihat bagian-bagian yang diinginkannya. Cara ini bisa diambil untuk menjaga agar perempuan tersebut tidak merasa malu dilihat langsung oleh peminangnya.

TERIMAKASIH KEPADA GROUPS SEMOGA TETAP SEMANGAT




Share
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS